Selasa, 27 April 2010

foto wisuda

file:///G:/CD%20MARKER/01%20WISUDA.wmv

AKAD MUDHARABAH DALAM ASURANSI SYARI’AH

AKAD MUDHARABAH DALAM ASURANSI SYARI’AH

A. Pendahuluan
secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character risk).
Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya diberikan kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad dapat digambarkan sebagai berikut  :
Landasan mudharabah Syariah
1.  Al-Qur’an
(a) dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.. (QS. Al Muzammil ayat 20). (b).Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT (QS. Al Jumuah ayat 10). (c). Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu (QS. Al Baqarah ayat 198).
2.  Al-Hadits
Dari Shalih bin Suhaib ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).

B. Mudharib Melaksanakan Mudharabah Ke-Dua
Pengertian mudharib melaksanakan mudharabah kedua adalah bahwa ia selain melakukan akad mudharabah dengan shaibul maal maka ketika ia membuat perjanjian dengan pihak lain dimana kedudukan ia sebagai shahibul maal maka ia dikatakan melaksanakan mudharabah kedua. Praktek seperti ini banyak dijumpai dalam bisnis perbankan syariah dimana pihak bank (mudharib) dalam perniagaannya melakukan akad mudharabah kembali kepada orang lain dengan modal yang ia telah terima dari nasabah bank (shahibul maal). Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat tentang kebolehan mudharib melakasanakan mudharabah kedua. Menurut madzhab Hanafi hal ini tidak diperbolehkan kecuali jika modal itu diserahkan kepada pemilik modal. Golongan ini berpendapat bahwa mudharib pertama tidak bertanggung jawab terhadap modal yang diserahkannya kepada mudharib kedua kecuali jika yang terakhir ini telah benar-benar melaksanakan perniagaan dan mendapatkan keuntungan atau kerugian.

C. Aplikasi Mudharabah dalam Bisnis Asuransi Syariah
Penerapan akad mudharabah dalam bisnis asuransi syariah dapat dilihat dalam 2 bidang usaha asuransi yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi kerugian (general insurance). Perbedaan karakteristik bisnis antara kedua jenis usaha tersebut menyebabkan penerapan akad mudharabah menjadi berbeda meskipun secara prinsip tetap mengikuti kaidah konsep mudharabah dimana para peserta asuransi berkedudukan sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola).
1. Asuransi Jiwa Syariah
Dalam bisnis asuransi syariah, secara umum peserta asuransi syariah tidak memberikan syarat tertentu yang membatasi tentang cara pengelolaan dana sehingga akad ini dikategorikan sebagai mudharabah mutlaqah. Sedangkan dalam posisinya sebagai mudharib di satu sisi dan shaibul maal di sisi yang lain maka asuransi syariah layaknya bank syariah melaksanakan mudharabah kedua. Kemudian dana peserta yang terkumpul akan diinvestasikan ke dalam instumen investasi syariah dan apabila ada keuntungan (profit) maka hasilnya akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan berdasarkan nisbah atau rasio yang telah disepakai di awal perjanjian, misalnya 50:50, 70:30, dan sebagainya. Mekanisme bagi hasil (mudharabah) pada asuransi jiwa dan kerugian dapat dilihat berikut  : kita bisa melihat bahwa dalam asuransi jiwa syariah terdapat dua rekening peserta yaitu : (1) Rekening Tabungan (Participant Account) dan (2) Rekening Khusus (Participant Special Account). Pemisahan rekening tersebut dilakukan guna menjawab permasalahan ketidakjelasan (gharar) pada praktek asuransi konvensional dari sisi pembayaran klaim. Misalnya seorang peserta mengambil paket asuransi jiwa sebesar Rp 10 juta dengan masa pertanggungan 10 tahun. Bila ia ditakdirkan meninggal dunia di tahun ke-4 dan baru sempat membayar Rp 4 juta maka ahli waris akan menerima sejumlah penuh Rp 10 juta. Pertanyaannya, sisa pembayaran sebesar Rp 6 juta diperoleh dari mana. Disinilah kemudian timbul ghara sehingga dalam sistem asuransi syariah diperlukan mekanisme untuk menghapus gharar tersebut dengan menyediakan rekening khusus untuk pembayaran klaim (rekening ini disebut juga dengan rekening tabarru). Akad yang diberlakukan dalam rekening khusus ini adalah transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat non profit sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan komersial. Dengan demikian idealnya semua dana tabarru maupun hasil investasinya (apabila dana tabarru tersebut ikut diinvesatiksan) tidak dibagihasilkan kepada peserta maupun pengelola, namun menjadi dana abadi dalam Rekening Khusus.
2. Asuransi Kerugian Syariah
Dalam praktek asuransi kerugian syariah, pengembalian sebagian premi ke nasabah dalam bentuk surplus sharing sekilas mirip dengan mekanisme dalam asuransi konvensional yang dikenal dengan istilah No Claim Discount (NCD). Sebagai contoh, seorang pemegang polis asuransi kendaraan di sebuah perusahaan asuransi konvensional akan mendapatkan discount pada saat polis tersebut kembali diperpanjang di tahun berikutnya (dengan syarat selama masa pertanggungan tidak mengajukan klaim). Dari kacamata asuransi syariah, mekanisme discount seperti ini tentu saja berbeda dengan mudharabah karena NCD hanya diberlakukan apabila si pemegang polis hendak memperpanjang polisnya. Dalam asuransi syariah, hak mudharabah tetap dibayarkan kepada peserta meskipun ia tidak memperpanjang polis. Dengan demikian, NCD dan bagi hasil bisa diterapkan sekaligus di asuransi syariah, namun tidak bagi asuransi konvensional.
Karena jangka waktu pertanggungan untuk produk-produk asuransi kerugian (misalnya asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, dan lain-lain) biasanya berlaku untuk periode satu tahun maka produk ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving) sehingga seluruh premi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam satu pool/fund untuk kemudian dikelola oleh perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dari total dana ditambah hasil investasi dan dikurangi beban-beban asuransi (komisi agen, premi reasuransi, klaim, dan lain-lain), apabila kemudian terdapat surplus maka surplus tersebut akan dibagihasilkan antara peserta dan perusahaan dengan nisbah yang sudah ditentukan di awal perjanjian.
D. Penutup
Penerapan akad mudharabah dalam bisnis asuransi syariah disamping mencerminkan semangat ilahiyah dalam berekonomi juga menjadi nilai tambah (value added) dari perspektif konsumen/nasabah. Dengan memasukkan perjanjian mudharabah ke dalam kontrak asuransi maka kontribusi premi yang diinvestasikan perusahaan sebagian akan dikembalikan lagi kepada peserta dalam bentuk profit/surplus sharing. Hal inilah yang menjadi salah satu differentiation point antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah dari sisi cara mengelola dana nasabah. Wallahua’lam.

Daftar Pustaka  :
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah, Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia
Institute, 2000.

Sula, Ir. Muhammad Syakir, Konsep dan Eksistensi Bisnis Asuransi Syariah di Indonesia,
AAIJ, Jurnal AAMAI Tahun VII No.12, 2003.

Basri, Ikhwan Abidin Mudhorobah, www.tazkia.co.id

HUKUM SENI PATUNG, SENI LUKIS DAN SENI RELIEF DALAM ISLAM

HUKUM SENI PATUNG, SENI LUKIS DAN SENI RELIEF DALAM ISLAM

- Para ulama ahli tafsir, ahli hadis dan ahli fiqih pada zaman lampau dikatakan telah sepakat pendapat mereka bahwa hukum gambar mahluk bernyawa baik timbul atau tidak dan juga patung adalah haram, kecuali lukisan pada kain dan boneka mainan pada anak-anak.
- Dalam al-Qur’an tampak bahwa larangan terhadap patung sebagai patung (harām li żātihi), melainkan larangan karena suatu yang lain, yaitu karena adanya kepercayaan pemujaan patung sebagai ingkarnasi Tuhan yang bertentangan dengan ajaran tauhid (haram li gairihi).
- Ada hadis-hadis nabi yang secara zahirnya melarang seni patung, seni lukis atau gambar, akan tetapi hadis itu dapat kita pahami dan kita lihat dalam suatu konteks historis perjuangan Nabi untuk memberantas paham keberhalaan dan paham animisme yang melekat di zaman jahiliah pada obyek-obyek seni dimaksud. Pada zaman modern sekarang ini apabila sifat tersebut tidak lagi diletakkan kepada seni tersebut, maka tiadalah kiranya keberatan terhadapnya dari segi hukum agama islam.

DONASI DARAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

DONASI DARAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

- Darah dalam ayat al-Qur’an adalah haram dimakan/ diminum, dan menurut jumhur ulama tergolong benda najis. Atas dasar itu maka jumhur ulama berpendapat bahwa berobat dengan benda-benda haram dan benda najis adalah haram hukumnya. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa darah selain darah haid tidak dianggap najis, tetapi haram dimakan/ diminum. Maka sebagian ulama ini berpendapat bahwa dibenarkan berobat dengan suatu yang najis dan haram.
- Mengenai pemberian darah kepada orang lain tidak ada dalil yang melarang, karena hal itu boleh saja dilakukan. Apalagi bila diingat bahwa memberikan darah itu adalah untuk kepentingan mempertahankan kelangsungan hidup atau memelihara kesehatan atau penyembuhan orang lain, maka tindakan yang demikian itu selaras dengan tujuan hukum islam mengenai perlindungan terhadap jiwa manusia.
- Dalam hukum islam memperjual belikan darah itu dilarang secara tegas. Donasi darah diperbolehkan dalam hukum islam dan dilarang untuk tujuan komersial

ZAKAT PROFESI (Suatu Tinjauan Fikih Kontemporer)

ZAKAT PROFESI (Suatu Tinjauan Fikih Kontemporer)

- Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari melakukan suatu pekerjaan profesi, dan dalam fikih kontemporer zakat pofesi termasuk kedalam zakat kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat pendapatan kerja dan jasa).
- Zakat pendapatan kerja dan jasa ini dalam kualifikasi fikih termasuk kedalam kategori zakat harta mustafad, karena itu tidak berlaku haul terhadapnya.
- Nisab dan kadarnya adalah setara dengan nisab dan kadar zakat an-nuq-d (mata uang emas), yaitu 85 gam emas murni dengan 2,5 % zakatnya.
- Zakat profesi apabila mencapai nisab dikeluarkan ketika saat menerima pendapatan apabila muzakki tidak mempunyai harta lain sejenisnya. Apabila mempunyai harta lain sejenisnya, dapat digabungkan bersama harta lain sejenis itu pembayarannya bila mana tidak dikhawatirkan dibelanjakan. Kalau khawatir terpakai, maka dikeluarkan zakatnya saat menerima.
- Pendapatan yang tidak mencapai nisab pada saat diterima dapat digabungkan dengan penerimaan berikutnya dalam tahun zakat bersangkutan.

PELAKSANAAN SYARIAH DALAM KONTEKS INDONESIA DAN KONTRIBUSI PENDIDIKAN (Studi Peran Lembaga Pendidikan Tinggi Syariah)

PELAKSANAAN SYARIAH DALAM KONTEKS INDONESIA DAN KONTRIBUSI PENDIDIKAN (Studi Peran Lembaga Pendidikan Tinggi Syariah)

- Syariah adalah sinar ilahi yang menerangi manusia sehingga bisa melihat, petunjuk yang dipedomani dan obat penyembuh yang membasmi segala penyakit dan jalan lurus yang apabila seseorang menepatinya ia akan senantiasa berada pada jalan yang benar. Syariah adalah cindera mata, kehidupan hati, dan kelezatan jiwa. Syariah adalah sumber kehidupan, nutrisi, obat, cahaya, penyembuh, perlindungan dan sumber kebaikan di dalam seluruh eksistensi.. syariah yang menjadi misi Rosulullah diutus adalah sendi alam semesta, kutub kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
- Dalam konteks Indonesia, pelaksanaan syariah (ajaran) agama bagi pemeluk masing-masing agama, termasuk pelaksanaan syariat islam bagi umat islam, dijamin oleh UUD.
- Suatu hukum akan dapat dilaksaaan secara efektif apabila didukung oleh keadaan-keadaan berikut :
1. Materi hukum tersebut mampu mengayomi kepentingan dan kebutuhan hukum masyarakat pendukungnya.
2. Terdapat suatu tingkat kesadaran hukum yang memadai dari masyarakat pendukung hukum tersebut.
3. Aparat penegak hukum tersebut memiliki komitmen dan kecakapan untuk melakukan penegakan hukum bersangkutan agar penegakan itu memberikan kepastian dan keadilan.
- Dengan demikian, dapat dirumuskan empat langkah pelaksanaan syariah :
1. Langkah hermeneutis.
2. Langkah sosialisasi.
3. Langkah politik, dan
4. Langkah penegakan.
- Fokus kajian Fakultas syariah mencakup dua sisi syariah : syariah sebagai agama yaitu di jurusan Perbandingan Mazhab dan syariah sebagai hukum yaitu di jurusan Muamalah dan Jinayah Siyasah.

HUKUM KELUARGA ISLAM DI NEGARA MESIR


HUKUM KELUARGA ISLAM DI NEGARA MESIR

  1. Perkembangan Perundang-Undangan Hukum Keluarga di Mesir
Dari tahun 1920 sampai awal 1950-an, berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh beberapa komite, legislatif Mesir diundangkan sejumlah undang-undang yang mempengaruhi perubahan-perubahan penting dalam prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan hukum keluarga dan suksesi. Ini termasuk Hukum Pemeliharaan dan Personal Status (UU No. 25/1920), undang-undang yang mengatur minimum usia perkawinan (UU No. 56/1923), sebuah Undang-undang Status Pribadi (UU No. 25/1929) tentang pembubaran perselisihan perkawinan dan keluarga, Kode Sipil 1931, Hukum Kewarisan (UU No. 77/1943), dan Hukum warisan (UU No. 71/1946). Pada tahun 1976, undang-undang baru dibentuk aturan untuk penegakan pengadilan-order untuk pembayaran pemeliharaan untuk istri, mantan istri, anak-anak dan orang tua.

  1. Nama Undang Undang Hukum Keluarga Mesir

  1. Law concerning Maintenance and some provisions in Personal Status (no. 25/1920).Undang tentang Pemeliharaan dan beberapa ketentuan dalam Personal Status (no. 25/1920)

  2. Law on Marriage Age (no. 56/1923) Undang-Undang tentang Perkawinan Umur (no. 56/1923)

  3. Decree concerning provisions in Personal Status (no. 25/1929) Keputusan tentang ketentuan dalam Personal Status (no. 25/1929)

  4. Law of Bequest (no. 71/1946)Hukum warisan (no. 71/1946)

  5. Civil Code (no. 131/1948) Hukum Perdata (no. 131/1948)

  6. Personal Status (Amendment) Law (no. 100/1985), subsequently amended on 27 January 2000 Personal Status (Revisi) Hukum (no. 100/1985), kemudian diubah pada 27 Januari 2000

  1. Isi Undang-Undang Hukum Keluarga di Mesir yang Baru
Minimum usia perkawinan adalah 18 untuk pria dan 16 untuk wanita (kalender lunar). Pendaftaran adalah wajib tetapi tidak menentukan validitas perkawinan.
Perwalian diatur oleh Undang Hukum Perdata, tetapi tidak mencakup kekuatan paksaan dalam perkawinan; seorang wali tidak bisa mencegah bangsal dari menikah karena alasan-alasan yang berkaitan dengan status sosial atau jumlah mahar, misalnya, sebagai hakim dapat mengesahkan perkawinan jika wali menolak .
Poligami boleh, dengan pemberitahuan yang ada dan dimaksudkan istri. Istri yang ada dapat memperoleh judicial pembubaran atas dasar kerugian materi atau moral sampai satu tahun dari tanggal pengetahuannya mengenai poligami suaminya membahayakan persatuan jika seperti itu membuat hidup bersama sebagai suami dan istri tidak mungkin.
Perceraian Pada tahun 1929 di bawah hukum status pribadi wanita hanya dapat mengajukan perceraian dalam kasus-kasus yang melibatkan kekerasan fisik atau psikologis. Pada tahun 2000 undang-undang tahun 1929 diamandemen untuk memasukkan Khulu ', memberikan perempuan hak untuk menolak perkawinan mereka selama mereka sepakat untuk mengorbankan klaim keuangan.
Perceraian di Mesir, berdasarkan Law on Personal Status 1929 yang dipertegas lagi dalam amandemennya UU No.100 1985 Pasal 23 A, suami yang tidak melakukan pendaftaran perceraian dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 6 bulan; atau denda 200 pound; atau keduanya sekaligus. Begitu pula petugas pencatatan yang menolak atau tidak melaksanakan tugas pencatatan perceraian dapat dikenakan sanksi penjara maksimal 1 bulan & denda minimal 50 pound Mesir.
Talak dinyatakan secara tidak langsung, sementara mabuk atau di bawah paksaan, atau kondisional dengan maksud memaksa mengambil beberapa tindakan tidak berpengaruh. Sebuah talak yang sejumlah ditambahkan secara lisan atau dengan isyarat yang efektif hanya sebagai talak satu dan dapat ditarik kembali, kecuali untuk ketiga tiga, talak sebelum penyempurnaan atau dalam pertimbangan pembayaran. Tertulis dan sertifikasi notarised talak harus diproduksi dalam waktu tiga puluh hari dari penolakan dan notaris harus meneruskan salinan sertifikat kepada istri. Dampak keuangan tertentu talak yang ditangguhkan pada istri pengetahuan tentang penolakan jika suami ditemukan telah menyembunyikannya.
Istri dapat memperoleh peradilan yang tidak dapat ditarik kembali perceraian pada alasan berikut: serius atau tidak dapat disembuhkan cacat dari suami (kecuali jika wanita menikah pada pengetahuan penuh cacat atau itu terjadi setelah kontrak dan ia secara implisit maupun eksplisit menerimanya); salahnya membuat hidup bersama sebagai suami dan istri tidak mungkin (jika terbukti membahayakan dan upaya rekonsiliasi gagal); kerugian materi atau moral jika suami kawin polygamously (sesuai dengan kondisi tersebut); non-pembayaran pemeliharaan; sang suami penjara selama tiga tahun atau lebih (setelah satu tahun dari kalimat telah berlalu), dan perselisihan, jika upaya rekonsiliasi gagal, dengan penyelesaian keuangan sebanding dengan alokasi menyalahkan sebagaimana ditentukan oleh arbiter. Seorang wanita dapat juga mencari perceraian atas dasar ketidakcocokan, tetapi dalam kasus seperti ini dia forfeits semua klaim keuangan terhadap suaminya.
Ditolak oleh janda cerai suaminya tanpa alasan atau persetujuan di bagian berhak untuk pemeliharaan selama 'iddah dan kompensasi (mut'a al-talak) sekurang-kurangnya dua tahun pemeliharaan (dengan pertimbangan bagi suami berarti, keadaan pada perceraian, dan panjang perkawinan), tidak ada batas atas kompensasi ditetapkan. Pemeliharaan klaim untuk 'iddah periode dapat didengar sampai satu tahun dari tanggal perceraian. Seorang suami menceraikan independen harus menyediakan akomodasi bagi mantan istri yang memiliki hak asuh anak-anak kecil mereka.
Ibu yang diceraikan berhak mendapat hak asuh anak laki-laki sampai usia 10 tahun dan anak perempuan sampai usia 12. Perwalian dapat diperpanjang sampai usia 15 untuk anak laki-laki dan sampai pernikahan untuk anak perempuan jika hakim menganggap perpanjangan tersebut berada di kepentingan terbaik bangsal.

GOOD GOVERNANCE DALAM PERSPEKTIF FIQH KONTEMPORER

Senin, 26 April 2010